sopan, please.

6 05 2009

sopan1Saya masih ingat, pada waktu di Sekolah Dasar dulu, kami selalu diajarkan bahwa orang Indonesia terkenal sebagai orang yang ramah, toleran dan santun. Pada waktu itu saya menelan mentah-mentah ajaran guru saya dan percaya 100% atas semua atribut yang diberikan terhadap orang Indonesia. Tapi sekarang? Well, nanti dulu. Kesantunan sepertinya merupakan suatu hal yang dilupakan, dianggap kuno dan tidak relevan lagi.

Hidup di kota metropolitan seperti Jakarta ini memang kadang membuat kita menjadi mudah stress dan beremosi tinggi. Bagaimana tidak. Pagi hari buta sudah harus bangun dan bersiap-siap untuk bekerja (takut macet). Lalu dalam perjalanan ke tempat kerja kadar stress bertambah karena walaupun jarak antara rumah dan kantor tidak sampai 10km, tapi waktu tempuhnya adalah 1 jam lebih. Kemacetan lalu lintas tidak hanya disebabkan oleh kepadatan kendaraan di jalan raya, tetapi karena kelakuan-kelakuan tidak sopan para pengemudi (please note, saya tidak hanya menyalahkan pengemudi kendaraan umum, tapi semua pengemudi yang berkelakuan tidak sopan). Setelah menghabiskan banyak waktu bermacet-macet ria di jalan raya sambil sesekali mengomel dan mengumpat, tibalah kita di tempat kerja dengan hati yang sudah separuh kesal. Belum sempat kita duduk dan mengambil napas, telepon mulai berdering dan email-email mulai mengalir. Semua mengharuskan kita membuat keputusan yang cepat dan tepat. Waduh, makin pusing kepala rasanya. Lalu tibalah waktu makan siang. Harapan kita adalah bisa mendapatkan some free time untuk sekedar melepas rasa kesal dan mendinginkan kepala. Tapi apa daya, di bawah teriknya panas matahari, kembali kita harus melewati macet dan pengemudi-pengemudi liar itu. Sore hari sepulangnya dari tempat kerja pun masalah kemacetan masih sama, malahan bisa bertambah parah. Setibanya di rumah, dengan tingkat kelelahan yang sudah sangat tinggi dan emosi yang siap meletus, masih ada anak-anak yang menuntut perhatian kita dan istri atau suami yang marah-marah karena merasa tidak atau kurang diperhatikan. Pekerjaan-pekerjaan rumah yang masih menumpuk, dan masih banyak lagi lainnya yang makin melelahkan kita secara fisik maupun batin. Bisa dibayangkanlah betapa sulitnya untuk menunjukkan kesopan santunan dengan kondisi environment yang seperti itu.

Tapi kita tidak bisa terus menerus menyalahkan kondisi. Karena semua itu seperti lingkaran setan. Kita tidak bisa bersikap baik kalau kita merasa kesal karena keadaan sekitar. Keadaan sekitar juga tidak akan menjadi membaik kalau kita tidak berusaha untuk bersikap lebih sopan terhadap orang lain. Jadi bagaimana? Darimana harus dimulai kebaikan itu?

My suggestion is, mulailah dengan diri sendiri. Saya mau berbagi pengalaman. Pada suatu hari saya pergi ke salah satu bank di bilangan Pondok Indah. Waktu saya masuk ke bank tersebut saya membawa secarik kertas yang sudah saya remas-remas dan saya mulai mencari-cari tempat sampah untuk membuang kertas tersebut. Tapi mulai dari pintu masuk sampai ke teller saya tidak menemukan ada satupun tempat sampah. Jadi pada waktu saya mulai melakukan transaksi dengan sang teller, sayapun bertanya kepada dia, “Mas, tempat sampah disini adanya dimana ya?” Teller tersebut tersenyum pada saya dan menjawab, “Kasih ke saya saja, Bu.” Jawaban yang sangat sederhana dan kalau dipikir-pikir tidak terlalu aneh memang. Tapi pada saat itu saya merasa seperti disiram oleh air segar di tengah padang gurun yang panas. Betapa sopannya. Sebenarnya dia bisa saja menunjukkan kepada saya letak tempat sampah itu dan saya bisa membuangnya sendiri (by the way, ternyata ada tempat sampah di sebelah sofa dekat pintu masuk yang saya tidak lihat). Tapi tidak, teller itu menawarkan jasanya untuk membuangkan sampah saya. Betapa kesopanan yang sederhana bisa membuat hari saya menjadi lebih baik pada saat itu.

Sayapun jadi terpacu untuk selalu berusaha memberikan ‘kesegaran’ yang sama pada orang-orang yang saya temui sehari-hari, seperti teller di bank itu memberikan ‘kesegaran’ pada saya. Little things seperti selalu berusaha untuk memberikan greetings, selamat pagi, siang atau sore kepada penjaga jalan tol atau petugas parkir di pusat perbelanjaan. Lalu mengatakan terima kasih kepada pegawai restoran atau warung makan pada saat mereka mengantarkan makanan dan minuman yang saya pesan. Bisa juga dengan mengatakan ‘permisi’ saat kita akan melewati petugas kebersihan yang sedang menyapu atau mengepel lantai disana. And guess what, hal-hal yang saya lakukan itu mungkin kecil, tapi bukannya tidak berarti. Buktinya tak jarang saya mendapatkan tatapan penuh berterima kasih dari mereka karena mereka merasa dihargai. Mungkin saya sudah menjadikan hari mereka lebih baik pada saat itu. Mungkin sebelumnya mereka merasa kesal dan emosional tapi saya bisa memberikan ‘kesegaran’ kepada mereka.

Saya jadi ingat kepada lagu Michael Jackson yang berjudul Man In the Mirror.

… I’m starting with the man in the mirror
I’m asking him to change his ways
And no message could’ve been any clearer
If you want to make the world a better place
Take a look at yourself and make the change…

Memang, kalau kita mau kodisi sekitar kita berubah menjadi lebih baik, tidak ada lagi yang bisa kita suruh kecuali diri kita sendiri. Let’s start with being kind to others. Betapa indahnya dunia kalau kita bisa mulai bersikap sopan kepada orang lain, bersama-sama.

px120709


Actions

Information

One response

15 05 2009
Bowo C

San,

Untuk melakukan perubahan yang lebih baik, harus dimulai dari diri kita sendiri dulu dan tidak bisa menyalahkan sepenuhnya terhadap keadaan, orang lain, lingkungan dan sebagainya. Gue setuju dengan isi tulisan ini. Adios amigos 🙂

simawarkuning: bagus. we’re off on a good start then :}

Leave a reply to Bowo C Cancel reply