More on Love and Marriage

30 12 2017

perfect-marriage 2

A lot of times I wonder whether there was such a thing as the perfect love or perfect marriage. We hear about a boy and a a girl, falls hopelessly in love, adores one another like crazy, ends up in a perfect marriage, having such adorable kids, living in wonderful house, having beautiful life, the father understands the wife perfectly, the wife listens to the husband all the time, little fights end up with romantic kisses in bed. Never getting tired of one another, ready to always give selfless love and all loving words and actions.

Does that really happen in real life or we only see it in movies? I don’t know. When I see the people around me, something I think those things can be real. But then again, you only get to see what they let you see.

In the end, I believe that a good marriage is about how far you are willing to give what you have, what you want, what you dream, to be a better and more mature adult. It is about how much of your own happiness you are willing to sacrifice to see the other members of your family happy. Yes, you get upset. Sure, you get angry. Often times you get disappointed. But then you forgive, you forget, and move on. You do that, for their happiness.

Because when you see them happy, that is your true happiness. And when you can do that, then I’d say you have the perfect marriage. As perfect as it can be.





#natal

30 12 2017

The charming man and his beautiful other woman packed their bags. Baby Jesus has sent a one-way ticket for his heart and her tears.

The successful young executive packed his suitcase. Baby Jesus has sent a one-way ticket for his uncompassionate heart.

The proud President Director is busy packing his bag. Baby Jesus has sent a one-way ticket for his arrogance and ignorance.

Those soccer fanatics are busy packing their suitcases. Baby Jesus has sent a one-way ticket for their selfishness.

A woman is packing her LV bag. Baby Jesus has sent a one-way ticket for her infidelity.

A mother is packing her suitcase. Baby Jesus has sent a one-way ticket for her impatience.

I am packing up my suitcase. Baby Jesus has sent a one-way ticket for my whole year of 2017. Goodbye.





Tentang Damai dan Mengampuni

19 05 2013

Image

“Dia sudah mengirimkan Rok KudusNya untuk seluruh muat manusia. Dia memberikan damai dan kasihNya secara cuma-cuma buat kita semua. Yang harus kita lakukan hanyalah mengampuni sesama kita dan menerima damaiNya.”

Dan disitulah susahnya. At least buat saya. Sulit untuk mengampuni sesama. Saya bisa saja (mencoba) untuk melupakan kesalahan orang lain. Tapi untuk betul-betul mengampuni? Sulit juga. Tapi apakah itu artinya saya tidak layak untuk menerima damai dan kasih Kristus?





Tentang Bahagia

12 09 2012

Bahagia itu, menurut saya adalah suatu investasi. Karena bahagia itu sesuatu yang kita lakukan saat ini, dan mungkin baru akan kita rasakan jauh ke depan, mungkin lama dari sekarang.

Sudah banyak kali kita dengar bahwa hidup ini penuh dengan pilihan. Bahkan hidup itu sendiri adalah suatu pilihan. Setiap detik, setiap saat, kita diharuskan untuk mengambil suatu keputusan, menentukan sebuah pilihan. Keputusan yang kita buat atau pilihan yang kita ambil saat ini pasti mempertimbangkan rasa bahagia yang ingin kita dapatkan dan rasakan. Saya pikir tidak da orang yang sengaja memilih untuk tidak bahagia. Kalau ada suatu pilihan yang kita tahu akan membuat kita tidak bahagia, sudah pasti akan kita singkirkan jauh-jauh kemungkinan itu. Tidak akan kita pilih. Akan kita buang kalau bisa supaya tidak akan pernah ada di hadapan kita lagi. Tapi pertanyaannya, apakah saat kita tentukan pilihan itu, kita pasti akan rasakan bahagianya saat itu juga? Belum tentu bukan? Tapi pilihan itu kita ambil anyway. Kenapa? Karena kita tahu, in the long run, kita akan merasa bahagia atas pilihan tersebut. Jadi betul bukan, bahagia itu merupakan suatu investasi.

Saya berani jamin, seburuk apapun keadaannya saat ini, sepahit apapun rasanya sekarang, pasti akan tetap kita pilih untuk jalani, kalau kita yakin bahwa di ujung jalan sana, ada rasa bahagia yang menunggu kita. Kadang bahkan kita tidak tahu kapan bahagia itu akan datang. Kita sulit untuk melihat terang di akhir perjalanan kita. Dan terus menerus kita dihadapkan pada pilihan-pilihan yang menuntut kita untuk mengambil salah satu dan meninggalkan yang lainnya. Dan terus menerus pula kita akan buat keputusan itu, kita ambil satu pilihan yang kita percaya akan membawa kita ke rasa bahagia itu at the end. Keburukan demi keburukan, kepahitan demi kepahitan akan terus kita pilih demi mengejar bahagia. beberapa orang mungkin beruntung dimana setiap pilihan yang mereka buat, bisa langsung mendatangkan rasa bahagia. Tapi tidak semua orang sebegitu beruntungnya. Pilihan tetap harus dibuat demi investasi atas rasa bahagia itu pastinya.

Jadi saya sudah mendeskripsikan apa itu bahagia, paling tidak menurut pendapat saya. Ada satu hal lagi yang penting mengenai bahagia. Bahagia itu, bukan cuma saat kita bahagia. Sudah sering saya merasa bahagia karena orang lain bahagia. Nah, ini menjadi penting, karena sekarang kita juga tahu bahwa pilihan yang kita tentukan dalam rangka investasi bahagia itu bisa jadi karena kita ingin melihat orang lain bahagia. Karena kalau dia bahagia, saya pun jadi bahagia. Dan itu menjadi alasan yang cukup untuk saya melakukan apa yang saya lakukan. Memilih apa yang saya pilih.

Having said all of the above, ini adalah rangkuman saya. Bahagia itu adalah suatu investasi. Mungkin tidak bisa kita rasakan sekarang, tapi setiap pilihan yang kita tentukan adalah jalan menuju kesana. Bahagia akan kita rasakan saat investasi tersebut jatuh tempo. Dan bahagia bukan cuma saat hati kita senang, tapi bisa juga saat orang yang kita cintai merasa bahagia. So, let’s make our choices always with a smile. Because happiness awaits us there.





MERDEKA!!!

17 08 2012

Nggak terasa sudah 67 Indonesia merdeka. Tapi ngomong-ngomong sudah dimana kita?

Let’s see…. PIM sudah mau selesai membangun gedungnya yang ketiga. 2 gerai Starbucks sudah selesai mempercantik penampilan mereka. Puluhan gedung tinggi, apartemen dan perkantoran sudah bermunculan. Flyover dekat kantor saya sudah hampir jadi. Trotoar dan pemisah jalan raya dekat rumah saya sudah selesai dirapikan. Hmmm…. banyak juga ya.

Tapi… apakah itu karena saya hidup di Jakarta ya? Buktinya tadi pagi saya lihat di TV bahwa di daerah Bogor sana (yang cuma 1 jam dari Jakarta), ada desa yang masih belum bisa menikmati listrik. Desa yang masih harus hidup dalam remang-remang cahaya lilin saat malam tiba. Desa dimana anak-anaknya terpaksa cuma bisa belajar sewaktu matahari masih bersinar.

Jadi, sudah sampai dimana sebenarnya Indonesiaku ini?